Sabtu, 06 Oktober 2012

Tak Pernah Benar


Tiap kali kesedihan berkunjung ke dadaku, aku mendengar seruan yang memanggil-manggil, memaksa kembali.

Kita seringkali menapak di jalan yang salah, yang kita anggap benar. Padahal benar atau salah tak pernah diberitahukan sejak langkah kaki pertama.
Tiba-tiba kita merasa salah, karena perjalanan yang ditempuh —meski dengan gembira-- selalu menghadirkan luka-luka, yang tak pernah kita pahami.
Seperti aku ini, yang meyakini bahwa jalan menujumu adalah sebaik-baiknya takdir yang Tuhan tuliskan.
Aku menghabiskan sebagian hari-hariku, masuk ke dalam labirin yang tercipta begitu saja di tiap jengkal tubuhmu. Dan hatimu itu, kota paling sulit kutemui.

Aku masih berjalan dengan percaya diri, percaya kepada apa yang kuyakini benar: bahwa Tuhan beserta orang-orang yang memperjuangkan kebahagiaannya.
Aku tak pernah letih, meski sesekali beristirahat dan melihat-lihat dengan teliti. Labirinmu ini, seperti surga yang pernah diceritakan ibu, sebagai dongeng pengantar tidur.

Bunga-bunga tumbuh di dalamnya, beberapa sungai meluap-luap, menggemericikkan bunyi air pengusir dahaga. Dan kupu-kupu terbang dengan liar, menjatuhkan serbuk mahawangi dari kepak sayap mereka.

Aku terbuai dengan keindahan yang kau ciptakan. Tapi aku tak lupa, bahwa perjalananku mendambakan tujuan: hatimu.

Namun, sampai di tapak keseribu, kesepuluh ribu atau keberapapun itu —karena aku tak sanggup lagi menghitungnya-- aku tersadar bahwa jalan yang kulalui selalu salah.
Aku benar-benar sadar dan takut,
..
..
lalu biji-bijian yang kau semai itu menyebut-nyebut nama Tuhan.

Aku berjalan di tempat yang salah, mencari tujuan yang tidak seharusnya. Berhari-hari, bertahun-tahun dan itu sungguh menyakitkan.
Padahal ketika aku bertemu denganmu, aku mempercayai bahwa kau adalah yang terbaik yang Tuhan berikan, tapi aku masih saja salah.
Aku tersesat--dalam labirin di tiap jengkal tubuhmu. Hatimu adalah tujuan yang salah, yang sedikitpun enggan menampakkan wujudnya.
Lalu aku menangis, merintih dengan pilu dan tersedu-sedu. Jejalanan ini semakin kuat menyerukan nama Tuhan.

Aku ingin kembali, ke tempat awal dimana Tuhan meletakkanku, memulai kembali perjalanan dengan tujuan yang benar. Namun, keluar dari labirinmu, entah berapa juta kematian kuperlukan.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar