Selasa, 22 September 2015

Pengorbanan

Ada saat ketika kita harus mengorbankan sesuatu yang kita miliki untuk menolong orang lain --meski kita tak menginginkannya.

Barangkali hidup adalah soal pengorbanan; tentang siapa yang berkorban, untuk siapa kita berkorban dan cerita tentang orang-orang yang selalu membutuhkan pengorbanan orang lain, untuk kepentingannya sendiri.

Pada umumnya, manusia akan berkorban demi manusia lainnya; atas dasar cinta, balas budi, atau karena terpaksa. Dan tidak semua pengorbanan akan mendapatkan timbal-baliknya, dengan kata lain: sia-sia. Juga, tidak semua pengorbanan mempunyai tujuan. Kadang kita berkorban karena kita merasa ingin, terkadang pula kita berkorban karena kita merasa harus melakukannya, tanpa kita mengerti untuk apa pengorbanan itu dilakukan.

Seperti yang sedang saya alami saat ini.

Saya telah berkorban terlalu banyak, memberikan apa yang saya punya, memberikan apa yang mampu saya lakukan. Saya telah berkorban terlalu sering, untuk seseorang yang tidak pernah menganggap itu adalah pengorbanan. Saya telah dipaksa berkorban, berkali-kali, sepanjang 5 tahun terakhir. Dan saya telah terus berkorban untuk-seseorang-yang-tidak-pernah-mengira-bahwa-ini-akan-menjadi-hal-yang-mengubah-hubungan-kami-selamanya ketika pada akhirnya dia menjadikan pengorbanan adalah hal wajib yang harus saya lakukan untuknya. Ketika pada akhirnya dia menggunakan segala cara untuk mendapatkan pengorbanan saya. Ketika pada akhirnya, dan tanpa ia sadari, ia menjadikan dirinya sebagai Ratu, sementara saya hamba --begitulah kemudian kehidupan kami menjadi tidak seperti seharusnya.

Pada suatu hari yang ajaib, dia menyadarkan saya bahwa pengorbanan yang berlebihan akan menyebabkan penyesalan, kekecewaan, rasa sakit --yang tak bisa diobati oleh dokter terbaik dimana pun, juga kerugian, kehilangan perasaan, kehilangan akal sehat. Atau mungkin, hidup memang tak perlu akal sehat. Kita hanya perlu hati untuk menjalani hidup ini. Kita cuma perlu menggunakan perasaan. Pada saat itulah manusia akan hidup dengan sebenar-benarnya hidup sebagai manusia, dengan hati dan perasaan mereka masing-masing.

Saya masih berusaha mengerti, jika selama ini pengorbanan itu membuat saya hilang akal, mengapa saya tak menggunakan hati saya untuk terus berkorban untuknya.

Saya masih belum mengerti.

Saya masih tidak dapat memahami.

Sampai pada tulisan ini dibuat, akhirnya saya mengerti bahwa: seseorang yang merasa kecewa tak hanya akan kehilangan akal sehatnya, tetapi juga akan kehilangan hati dan perasaan terhadap orang yang telah mengecewakannya.

Ya.

Seperti apa yang saya rasakan sekarang.... kepadamu.

Share: