Sabtu, 17 November 2012

Pagi Ini,

tiba-tiba saja hujan jatuh ke kotaku--bukan berupa air yang mendinginkan, melainkan gugur cahaya yang menyemarakkan rasa hangat.

Tersebab kau, kota ini menjadi begitu indah. Bunga-bunga tumbuh bermekaran, kupu-kupu terbang tinggi-tinggi tanpa takut sayap mereka remah.

Aku sudah bahagia.
Aku sudah membunuh kesedihan.

Teruntuk Tuhan yang menuliskan takdir begitu indah, kami adalah sepasang hati yang tak pernah lelah bersyukur, yang tak pernah lupa bagaimana bernyanyi dengan doa-doa.

Pagi ini, tiba-tiba saja hujan jatuh di kota kita. Kau dan aku menadahnya sebagai kebahagiaan yang tak habis. Tak pernah habis.
Share:

Seperti Cahaya,

aku tak pernah paham seberapa cepat cintamu sampai merambah dadaku--tumbuh lalu mekar begitu liar; menjadi nafas yang sesak tiap kali aku tak menyebut namamu.

Seperti kegelapan, aku tak pernah mengerti bagaimana tiba-tiba saja kau membuatku buta, membuatku menerima apa yang seharusnya tak kuijinkan berdiam di hati. Kau terlalu gelap untuk terlihat, namun perasaan yang hadir bersamamu itu terlanjur merayap ke sekujur tubuhku sebagai getaran-getaran yang selalu membuatku teringat, membuatku rindu.

Kau adalah cinta yang tak pernah kupahami asal muasalnya.
Kau adalah rindu yang salah alamat dan tak mau pergi.
Kau adalah ingatan-ingatan yang lahir begitu saja tanpa pernah terjadi sebelumnya.
Kau, harapan yang memaksa tumbuh di dadaku--sebuah harapan yang ingin diwujudkan: menyatukan kita.
Share:

Kamis, 15 November 2012

Yang Tak Seharusnya


Lihatlah langit-langit yang menangis siang ini. Mereka dengan berani menggugat keadaan, mencurangi garis Tuhan.
Seharusnya kita sedang dibakar terik matahari hari ini. Kita berkelahi perihal kau yang pulang terlambat; setiap malam, setiap kali aku merindukanmu, berulangkali hingga malam-malamku terpaksa kulewatkan bersama hati yang lain--hati yang sama-sama kesepian.
Tapi siang ini hujan. Dan kita tak sedang bertengkar. Di kamar ini, di atas ranjang yang merapatkan kita, kau memelukku begitu erat seolah membakar pelan-pelan dingin yang membekukan hatimu. Kau dicairkan birahi yang begitu membara, lebih merah dari api, lebih panas dari secangkir kopi yang baru jadi.
Kau tak pernah pulang terlambat. Bahkan sebelum senja menabahkan dirinya tenggelam di kegelapan malam, kau sudah disini bersamaku, melingkarkan kedua lenganmu ke tubuhku seakan tak membiarkan kehangatan ini pergi sia-sia.

Sementara disana, langit sedang dihukum Tuhan. Ia tak pernah berhenti menangis, kesakitan.
Share:

Selasa, 13 November 2012

Sebuah Buku yang Habis Halamannya

Sore ini aku melihat dua anak kecil riang berlarian, mereka berkejaran seolah memburu kebahagiaan. Diantaranya membawa jaring yang diikatkan ke ranting-ranting yang mematahkan diri, kebahagiaan berterbangan seperti kupu-kupu, melayang di bawah awan dengan menggoda--minta ditangkap.
Samar-samar alunan musik dari masa lalu menyapa telingaku, lagu yang mengisahkan tentang seorang pria sedang jatuh cinta. Pria yang baru kali ini merasakan cinta namun tak pernah tau bagaimana cara memekarkannya. Ia memilih melewatkan kesempatan dengan tidak menyapa seorang gadis yang berjalan pelan-pelan di hadapannya.
Bunyi kayuh sepeda terdengar dari jejalanan tanpa polusi. Suara percakapan beberapa laki-laki, membicarakan bayi mereka masing-masing.
Sekuntum lili mekar di sudut-sudut rumah yang cokelat diwarnai usia. Ibu-ibu dengan sabar menyulam mimpi, kelak jadi baju untuk dipakai.
Anak-anak menciptakan kecipak keriaan dari sungai-sungai yang bening, sungai yang tiada tercemar benci dan kebohongan.

Tiba-tiba aku ingin kembali, hidup dalam semesta yang kuciptakan sendiri--di lembar-lembar halaman.
Share:

Sabtu, 03 November 2012

Kesunyian yang berUlang Tahun

Hari ini, satu angka jatuh di usiaku, pecah jadi dua angka kembar. Aku cukup bahagia, Tuhan. Meski lengan Ayah jauh ia rentangkan di ujung jarak, meski doa Ibu diucap diam-diam--tak sampai terdengar telingaku, namun semoga saja ia menjamah telingaMu sebagai harapan yang baik-baik.
 
Aku cukup bahagia, begitu banyak orang-orang  disini--disekelilingku mengirimkan doa, meski mereka tak singgah sebentar untuk menyanyikan lagu selamat ulang tahun atau meniup lilin bersamaku.
 
Aku sudah bahagia. Dan aku tak peduli perihal kesendirian. Semoga ini menjadi kesunyian paling hikmad, waktu yang baik untuk bercermin: melihat ke dalam diri, memperbaiki apa yang seharusnya kuperbaiki.
 
Ini tahun ke-22.
 
Aku sudah berjalan cukup jauh.
Semakin banyak gang-gang sempit, semakin banyak kemungkinan untuk tersesat.
 
Doaku;
Semoga lebih banyak petunjuk.
Semoga lebih banyak terang daripada kelam.
Semoga semakin sedikit kesedihan yang bertandang.
Semoga semestaku, selalu ramai dihujani cinta kasih dan kebahagiaan.
Semoga yang kupilih adalah sebenar-benarnya pilihan, sebaik-baiknya jalan yang meluruskan aku menujuMu.
 
Tuhan, sekali lagi, terima kasih untuk kesempatan ini. Aku meyakini, di tiap gurat garis telapak tanganku Kau menuliskan takdir yang indah.
Lebih indah dari yang pernah kulihat.
Lebih indah dari yang sudah kubayangkan.
Share: