Jumat, 05 Oktober 2012

Sebuah Taman


Ini hari ke-sepuluh, sejuta detik setelah kita berjabat tangan pertama kali di sebuah taman yang kau buat sendiri. Taman itu seperti surga ciptaanmu, luas memelihara puluhan jenis pohon berbuah, ratusan bunga warna-warni. Aku beruntung, menjadi perempuan kedua yang menginjakkan kaki ke dalamnya. Di atas kepalaku, segumpalan awan biru beriringan, seperti menebar senyum khas paling hangat. Matahari menyembul malu-malu, enggan membakar kulitku dengan panas cahayanya. Dan beberapa kupu-kupu terbang dengan liar, berputar-putar sepagian, mencari tanah yang paling nyaman untuk mengugurkan sayapnya.

            Aku terperangkap di hari itu, hari dimana satu-persatu keceriaan mulai tumbuh dalam dadaku. Aku tak menyesal menghabiskan hari-hariku untuk menghitung detik demi detik kenangan yang membahagiakanku—bersamamu. Aku jatuh cinta, kepada kau, yang tak mencintaiku. Ya. Aku jatuh cinta kepada seseorang yang terjebak dalam tamannya sendiri, dalam keindahan yang tak mau ia lepas. Padahal keindahan itu hanyalah sehamparan tanah penuh bunga-bunga yang begitu luas, yang kau sebut masa lalu. Mereka tumbuh subur dalam dadamu, menjadi kota yang hanya kau sendiri hidup di dalamnya.

            Aku jatuh cinta, kepada kau yang begitu setia menunggui kekasihmu pulang. padahal ia, mungkin saja sudah berbahagia disana, bersama penggantimu. Atau ia sama sekali telah melupakanmu.

            Aku jatuh cinta, kepada kau yang terus memelihara masa lalu-mu, mengindahkannya agar orang yang kau cintai itu kembali, sekedar memetik segar buah-buahan yang bergantungan di pohon-pohon, atau merebahkan tubuhnya diantara mekar mawar dan wangi melati.
Dadamu itu, seperti pintu yang dijaga 2 alaikat kesetiaan, yang tak menerima tamu lain selain kekasihmu. Padahal aku, mencintaimu. Dan kau terlalu buta karena cinta. Hatimu itu perasaan paling dingin, tak terjamah cinta yang lain.
Aku mengerti, cinta bukan perasaan yang bisa dipaksakan.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar